SENTANI, jayapurakab.go.id – DPRD Kabupaten Jayapura ngotot agar membentuk panitia khusus (Pansus) penambahan 25 kursi menjadi 30 kursi Dewan. Alasannya, karena pembentukan Pansus LHP BPK bukanlah hal yang mendesak (urgensi).
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Jayapura, Yohannis Hikoyabi menjelaskan ada beberapa alasan pembentukan pansus LHP BPK ditolak oleh pihak DPRD Kabupaten Jayapura. Alasan pertama adalah usulan pembentukan pansus harus betul-betul yang urgensi.
“Alasannya begini, dasar kita menolak kemarin itu karena dalam pembentukan pansus itu harus betul-betul yang urgensi. Seperti saya kasih contoh kemarin itu di tahun 2019 lalu tanggal 16 Maret terjadi bencana alam banjir bandang dan longsor yang terjadi di Kabupaten Jayapura,” ucap Yohannis Hikoyabi yang juga Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Jayapura, Senin (21/6/2021) di Kantor DPRD Kabupaten Jayapura.
“Nah, inilah yang harus bisa diakomodir lembaga DPRD Kabupaten Jayapura untuk masuk membentuk pansus, karena saat itu yang urgent sekali dan di dalam Undang-undang juga mengatur ada bencana alam atau peperangan. Hal itu yang bisa dibentuk pansus salah satunya tadi yang saya sebutkan itu. Jadi ini diabaikan oleh lembaga DPR ini, sehingga itu yang kami sangat sayangkan,” tambahnya.
Alasan berikutnya, kata pria yang akrab disapa Anis ini, jika seandainya dalam LHP BPK ini ada anggaran yang merugikan Negara. Tapi itu, sambung Anis, inikan sudah ada laporan hasil yang sah dari lembaga BPK.
“Akan tetapi, sekarang lagi dia masuk di fase kedua ini untuk membentuk pansus LHP dari hasil temuan BPK. Inilah yang kami tolak, kalau itu memang seandainya dalam temuan BPK berdasarkan rekomendasi LHP itu ada anggaran yang merugikan rakyat atau Negara, itu bisa kita membentuk pansus. Namun inikan adalah laporan hasil yang sah dari lembaga BPK. Jadi saya pikir, kita tidak perlu buang-buang waktu untuk membentuk pansus LHP BPK dalam masa sidang dua tentang LKPJ ini,” ujar Anis.
Alasan terakhir, Anis menjelaskan, dirinya merasa lucu kalau ada yang mendorong terbentuknya pansus LHP BPK saat ini, karena peruntukannya tidak sesuai. “Jadi sangat-sangat lucu kalau sekarang dikatakan bentuk pansus itu, karena peruntukannya yang tidak sesuai. Dalam membentuk pansus itu harus betul-betul pansus yang memihak kepada rakyat. Saran kami kemarin di pending itu, contohnya kita harus buat pansus penambahan kursi. Nah, inilah yang urgensi kepada rakyat, karena ini adalah kebutuhan rakyat,” jelasnya.
“Setelah fase kedua itu bisa dibentuk pansus untuk penambahan 30 kursi, ini yang kami harapkan di situ kalau bisa. Lalu berikutnya yang kemarin kita sudah katakan di semua teman-teman dan mereka terima itu. Jadi pada dasarnya, dalam pembentukan pansus itu harus betul-betul pansus yang urgensi kepada rakyat dan bukan yang tidak urgensi kepada rakyat. Jangan sampai kita membuat pansus itu sampai terjadi temuan. Contohnya, kami pernah mengalami hal itu yang ada temuan dan kita pengembalian, karena peruntukannya tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat,” tambahnya.
Anis menegaskan, jangan pakai alasan pembentukan Pansus LHP BPK ini untuk menjatuhkan Kepala Daerah. Ia pun yakin Pemerintah Daerah dalam hal ini Kepala Daerah sudah bekerja sesuai aturan.
“Inilah yang kami sarankan kepada teman-teman dewan lain, agar jangan kita membentuk satu pansus, terus dalam pansus pembentukan pansus itu mencari-cari alasan untuk mau menyerang pemerintah. Karena pemerintah bekerja juga sesuai dengan aturan-aturan,” ujar Anis.
Anis juga menilai pembentukan pansus LHP BPK itu sangat lucu dan tidak urgen. Pansus LHP BPK tidak memiliki dasar tujuan yang jelas dan pasti.
“Jadi pembentukan pansus LHP atas rekomendasi BPK itu saya rasa sangat lucu. Inilah yang kami hati-hati di situ, jangan sampai kita dalam membentuk pansus itu tidak diketahui dasar tujuannya apa,” tanyanya.
“Kalau memang dalam LHP itu ada temuan yang merugikan Negara, ya itu bisa saja dibentuk. Tapi itukan bukan ranah kami, karena itu ranahnya BPK dan KPK. Sekarang dasar tujuannya apa coba kita bentuk pansus LHP BPK, itukan tidak urgensi. Karena ada pihak-pihak lain yang punya dasar-dasar hukum. Kalau kami di DPR itu hanya ada tiga fungsi saja,” tukas Politisi Partai Hanura tersebut.