SENTANI, ppid.jayapurakab.go.id – Ondofolo dan Khoselo Kampung Nendali menyepakati akan mengangkat isu “Perampasan Tanah” sebagai salah satu isu dalam Serasehan Kongres Masyarakat Adat Nusantara KMAN VI yang akan berlangsung di Tanah Tabi, Oktober mendatang.
Hal itu disampaikan Ondofolo Nendali, Yanpiet Ebha Wally dan Khoselo Rukhu Neai Walinea Kampung Nedali Netar, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura di Ebho Kampung Nendali (16/9).
“Kami masyarakat adat selalu dirugikan. Hak-hak kami, berupa tanah, ‘dirampas’ dengan alasan pembangunan. Tapi kami tidak pernah dihargai. Hak-hak dan martabat kami diinjak-injak. Tanah kami sekitar 320 hektar dipakai oleh pemerintah dan swasta tanpa ada kompensasi sedikitpun. Untuk itu, kami akan mendorong isu “perampasan tanah adat” supaya menjadi sorotan dalam serasehan di Kampung Nendali,” ungkap Yanpiet Ebha Wally yang didamping tiga orang khoselonya.
Menurut Yanpiet Ebha Wally, serasehan ini adalah momen yang bisa sampaikan sama kepada pemerintah, bahwa ada hak-hak tanah adat kami yang diabaikan “ungkap Ondofolo Nendali, Yanpiet Ebha Wally.
Salah satu Khoselo (kepala suku) Enabhu Kampung Nendali, Erick Wally mengatakan, bahwa tanah adalah ibu kandung kami. Tanah adalah harga diri kami. Kalau tanah kami dirampas, maka harga diri kami pun dirampas. Kami masyarakat Adat telah lebih dulu ada sebelum adanya Negara. “Jadi kami mohon, kepada semua pihak untuk menghargai dan mengakui keberadaan kami,” ungkap Erick Wally.
Jeritan yang sama juga terdengar dari Suku Namblong di Lembah Grime Nawa. Matheus Saw, Ketua Dewan Adat Suku Namblong mengungkapkan, bahwa tindakan perampasan lahan yang dialami Masyarakat Hukum Adat Namblong di Lembah Grime Nawa perlu menjadi perhatian seluruh pihak, termasuk pada pelaksanaan Kongres KMAN VI ini. “Ada ribuan hektar tanah kami telah diklaim oleh Investor untuk kepentingan Perkebunan Kelapa sawit,” ungkap Matheus Saw.