JAYAPURA, ppid.jayapurakab.go.id – Rumah Sakit Provita akhirnya buka suara terkait kasus dugaan pembuatan dokumen keterangan kesehatan hasil tes PCR palsu. Dalam kasus ini, polisi sudah menangkap dua orang oknum pegawai laboratorium di RS Provita berinisial WK (30) dan DG (23) yang diduga sebagai pembuat surat PCR palsu. Selain menangkap dua orang oknum pegawai laboratorium RS Provita, polisi juga menangkap seorang perempuan oknum ASN Pemkot Jayapura berinisial MA (36) dan satu orang pria berinisial AH (29) yang berprofesi sebagai sopir rental di Bandara Sentani.
Direktur Rumah Sakit (RS) Provita, drg. Fansca Titaheluw menegaskan, pihaknya memastikan perketat prosedur pengurusan surat Polymerase Chain Reaction (PCR), pasca dibekuknya dua oknum pegawai laboratorium yakni, berinisial WK (30) dan DG (23) oleh Satreskrim Polres Jayapura yang diduga terlibat dalam pembuatan surat PCR palsu yang terjadi akhir bulan Juli 2021 lalu, yang berhasil diungkap ke publik pada pada bulan Agustus 2021.
“Kami pastikan lebih perketat lagi untuk prosedur pengurusan PCR di rumah sakit Provita,” kata drg. Fansca Titaheluw, didampingi Kuasa Hukum RS Provita, B. Wahyu H. Wibowo, SH, MH, saat memberikan keterangan pers kepada awak media, di RS Provita, Kota Jayapura, Papua, Selasa (24/8/2021)
“Memang yang paling penting di sini adalah bukan instansi, tetapi yang dilaksanakan betul-betul personal pegawai (oknum). Hal ini kita lakukan penyisiran kepada seluruh tim dari laboratorium dan dua orang ini adalah hasil dari penyelidikan dari pihak polisi,” ungkapnya menambahkan.
Dikatakan, pihaknya memperbaiki pelayanan, dimulai dari awal pendaftaran hingga antrian, apalagi dilakukan secara online, diharapkan dapat mencegah terjadinya kejadian serupa lagi.
“Sebelum data dikeluarkan atasan, harus divalidasi oleh dokter spesialis PK (Patologi Klinis). Jadi hasil yang dikeluarkan, harus ada paraf (koordinasi) dari penangungjawab. Saya sudah tegaskan diperketat harus tanda tangan basah, baru dikeluarkan, kan kita bisa klarifikasi langsung ke dokternya, benar atau tidak,” katanya.
Lanjut Fansca, dengan demikian jika ada yang ingin mendaftar untuk tes PCR, maka bisa ketahuan, apakah dia mendaftar via online dan ada bukti transaksi atau tidak. Sehingga proses pengecekan kembali dapat memudahkan dan meminalisir hal-hal yang merugikan RS Provita.
“Jadi dengan adanya berita ini (penangkapan dua orang oknum pegawai laboratorium pembuat PCR palsu di RS Provita), itu membuat nama RS Provita menjadi merah. Kami mencoba melalui kesempatan ini menjelaskan dan mengembalikan trust (kepercayaan) masyarakat,” sambungnya.
Mengingat dengan adanya berita ini, ujar Fansca, dapat membuat opini masyarakat terhadap RS Provita menjadi kurang baik. “Bisa saja orang berpikir jangan-jangan saya periksa di Provita, sebenarnya hasil negative, tapi di-positif-kan. Sehingga mungkin ini jadi perhatian bagi kita untuk lebih baik lagi ke depan,” paparnya.
Sementara itu di tempat yang sama, Konsultan Hukum RS Provita, B. Wahyu H. Wibowo, SH, MH, mengungkapkan, bahwa dalam keterangan pers yang disampaikan oleh Kapolres Jayapura, di dalamnya terdapat dua tenaga kesehatan yang berasal dari RS Provita.
Yang mana, lanjut Wahyu Wibowo, pihaknya mendapat informasi dari pihak Kepolisian, bahwa ada lima bukti surat PCR yang menggunakan logo dari RS Provita.
“Terkait dengan adanya satu bukti surat PCR, itu sebenarnya bukan satu, pada saat kami dihubungi ada lima, setelah diklarifikasi, yang identik dengan surat yang dikeluarkan oleh RS Provita, itu hanya satu,” ujarnya.
Kemudian, pihak kepolisian mengklarifikasi, apakah benar tanda tangan yang dikeluarkan yang dilakukan atau dibubuhkan itu adalah benar-benar dari dokter yang membubuhkan tanda tangan.
“Tanda tangan yang dibubuhkan untuk surat hasil swab itu memang dari rumah sakit, tetapi tidak menggunakan tanda tangan basah, tetapi menggunakan cap, tiap hari mengeluarkan 100 (sehingga) menyita kesibukan dari dokter yang bersangkutan, maka dibuatlah tandatangan dengan menggunakan cap dan itu dokter yang bersangkutan sudah diambil data oleh penyidik,” bebernya.
Dari alat bukti yang ditujukan kepada pihaknya pada 29 Juli lalu, di mana dari 5 surat hanya satu surat yang dijadikan alat bukti, sedangkan 4 surat lainnya, warna dan cap berbeda, sehingga ada unsur kebenaran yang dikeluarkan oleh RS Provita.
Untuk status karyawan, masih tetap karyawan dengan mengacu kepada UU tenaga kerja. ”Kita menghargai proses hukum karena azas praduga tak bersalah, masih menunggu hasil,” tegasnya.
Dirinya menegaskan bahwa saksi-saksi dari RS Provita termasuk WK (30) dan DG (23) diberi yang diperiksa, dimana pihaknya mendapat mandat untuk melindungi sehingga ketika karyawan diperiksa, pihaknya mendampingi.
“Tetap saat yang bersangkutan dinaikan status menjadi tersangka, maka kami menyerahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan untuk silakan menggunakan penasehat hukum, penyidik menyematkan pasal 263 KUHP dengan ancaman penjara diatas 5 tahun,” pungkasnya.